Seperti biasa, kebiasaan yang biasa yang dilakukan oleh mahasiswa biasa yakni melihat suatu hal biasa-biasa saja. Sabtu jam 2 sore merupakan waktu kumpul pengarung sungai progo atas. semua tampak siap, namun padahal masih saja ada yang bersiap-siap, bahkan terburu-buru mengerjakan tanggung jawabnya. Kedatanganku tidaklah terlambat, namun sesaat setelahnya menjadi sangat terlambat dikarenakan kesalahanku. Tidak, itu bukan seluruhnya salahku.

Cuaca tampak bersahabat, tapi tampaknya panitia GLADIMULA XXXIII terlihat mendung. Seluruh peserta dikumpulkan di ruang sidang untuk dicheck logistiknya. Naas, akibat kurangnya komunikasi dan kenaifanku, pakaian yang kugunakan salah. Celana lapanganku terlalu pendek, bukannya ingin memberontak atau apa. Namun memang tidak ada komunikasi dan informasi yang jelas kudapatkan. Paragraf ini saya dedikasikan kepada teman sefakultas yang sibuk mengurus benar/tidaknya kalimat. Karena ia telah meminjamkan motornya untukku mengganti celana. Terima kasih Pandu. Satriamu sudah kukasi minum kok hehe…

Setelah semua siap, kami segera menaiki barang-barang kami dan perahu ke dalam truk. Tidak banyak yang dapat saya jelaskan saat perjalanan. Karena semua begitu statis, orang-orang mulai terserang penyakit kantuknya. Terselip dari barisan peserta, ada panitia yang sebelumnya mendung dan berpetir-petir. Kami tak mengerti apa yang terjadi dengan mereka, kami pun jarang berbincang dengannya karena harap-harap cemas seakan diksar ini adalah latihan militer. Kami mendefinisikan mereka dengan cuaca cerah berawan, karena tak dapat diprediksi.

Malam telah berganti, dari dalam bak truk yang beratapkan terpal. Langit meneteskan air membasahi atap truk, silih berganti dengan angin yang membawanya pergi. Cahaya samar-samar menerangi bak truk yang mungkin sebelumnya membawa pasir kali. Para peserta GLADIMULA membisu dalam gelap, masuk ke dalam alam bawah sadarnya. Sesekali ketika truk berhenti, kami berharap sudah sampai. Sabar, 2 jam perjalanan dengan duduk menekuk-luruskan kaki sepertinya sudah dapat dikatakan sebagai peregangan.

Sesampainya di lokasi, kami segera menurunkan logistik dan barang-barang. Lebih dari 8 tenda didirikan, wah sepertinya selonjoran dan membuat manuver ketika tidurpun tidak masalah dengan jumlah segitu. Setelah makan malam dan revisi materi dari panitia kami segera masuk tenda untuk tidur. Apa… sepertinya manuver sleep-drifting tak dapat dilakukan. Arena bermain digenangi air hujan. Parah cuy, akhirnya para wanita yang anggun dan halus tangannya harus rela tidur di balai desa yang hangat beralaskan karpet tebal. Lelaki tidurlah di tenda, dengan ponco serta tikar seadanya.

Pandu, Hendri, dan aku sudah mengkavling salah satu tenda. Kami tidur bertiga seperti ikan sarden. Kasur air lembut yang lembab sangat nyaman. Sayang sekali, tenda ini hanya berlapis satu. Sehingga hujan tak mampu ditahannya. Kami merasakan mandi malam yang luar biasa. Baiklah, sebaiknya kami pindah tenda menuju tenda yang lebih aman. 6 orang dalam tenda.

Esok pagi hari, sarapan, persiapan logistik, pemanasan sudah dilakukan. Kelompokku mendapat giliran pertama merasakan jeram. Terasa asik berenang, namun ketika terhanyut oleh jeram rasanya tak dapat berkutik. Arus itu membawaku mengambang pergi dan saling senggol. Untungnya aku tak dihindari oleh orang-orang seperti benda itu! Untungnya lagi, dalam kedaaan mengambang hanyut aku sudah diselamatkan oleh tim rescue panitia yang sudah siaga. Terima kasih kakak!

Wohooo! Kami naik perahu mengikuti arus dan jeram. Asik sekali, cipratan-cipratan di muka, basah di dalam, dan ketegangan otot-otot kaki yang sedang mencari celah dalam lipatan perahu. Para skipper kami memang top! Apalah kami yang hanya dayung maju dan kadang-kadang tarik. Merekalah yang mengarahkan kami agar tak kejedot batu. Keasikan itu ternyata fana ketika ototku pegalinu. Semua tenaga telah kami kerahkan di awal. Tak menyangka treknya akan panjang dan banyak rintangan yang perlu dilewati. Yang paling menyakitkan adalah mendayung melawan arus. Namun sakit itu paling nikmat dan mencandu. Aku ingin sekali lagi!

 

Pengalaman ini sangat mengasikkan dan tak akan terlupakan, terima kasih panitia GLADIMULA XXXIII. Untuk yang membaca ini, jangan takut berarung jeram jika sudah menjalani pelatihan. Pelatihan perlu untuk menjaga diri dari cedera. Jaga skill, pengetahuan, dan peralatanmu! Eh tubuhmu juga, jangan sampai masuk angin! Kadas, kurap, panu, kutu air.

 

Ditulis Oleh :

Ida Bagus Putra Ananta Sidhiswara

Fakultas Ilmu Budaya

Peserta Gladimula XXXIII ‘Beyond Wanderlust’

Categories: Uncategorized

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.