oleh: Cici Suci Maulina (Gladimula 30)\

 

Salah satu destinasi wisata alam Jogja adalah Pantai Siung – Gunung Kidul. Pantai Siung ini begitu terkenal karena memiliki ciri khas tersendiri dibanding pantai lainnya, yaitu memiliki 250 jalur climbing (berdasar informasi dari website wisata Jogja). Lalu mengapa pantai ini bernama Siung? .. tak lain adalah karena terdapatnya karang yang menyerupai siung wanara. Siung yang artinya gigi dan wanara yang artinya kera. Karang yang mana? Itu, aku belum tahu. Hehehee.. Konon juga masih terdapat kera berekor panjang yang hidup di tebing dekat pantai dan ketika malam sepi pengunjung, mereka akan turun ke pantai.

tebing di Pantai Siung yang mempesona

tebing di Pantai Siung yang mempesona

 

Lokasi pantai ini terdapat di selatan kecamatan Tepus dengan jarak tempuh kira kira 2 jam berkendara dengan sepeda motor. Langit yang biru dengan sedikit awan putih ditambah pasir pantainya yang cantik, membuat sensasi damai bagi pencinta ketenangan. Apalagi jika kita sedikit meng-explore tempat ini, maka kita akan menemukan tempat- tempat yang sangat mengagumkan. Naik sedikit saja ke atas bukit kanan dan kiri pantai, kita akan menemukan pemandangan Samudera Hindia dari atas bukit, meskipun harus mendaki jalanan yang agak curam dan berbahaya. Batu- batuan karang yang berukuran jumbo di sisi barat dan timur serta ombak pantainya yang menyusup di sela – sela batuan karang, menambah keindahan pantai ini. Pasirnya putih, karena terbentuk dari pecahan cangkang – cangkang hewan laut dan ini menjadi ciri khas jenis pantai di Gunung Kidul.

 

Petualangan dimulai tengah malam di awal bulan Maret setelah doa bersama kami panjatkan dan nasehat yang selalu terngiang di telingaku : “kalau berani, jangan takut takut – kalau takut, jangan berani berani”. Menyusuri jalanan gelap gunung kidul dengan barisan bukit karst/ pegunungan seribu. Aku memulai petualangan ini dengan doa dalam dada. Satu jam berlalu dan masih di jalanan gelap yang hanya ada satu dua kendaraan saja yang berlalu. Di perjalanan aku mengamati tumbuhan yang ada di sisi kanan kiri pandanganku, sebagian besar kulihat pohon jati yang tumbuh di tanah kapur ini. Selebihnya hanya ada pohon pisang dan tumbuhan lainnya yang masih kurang familiar dengan namanya.

 

Di tengah perjalanan, kucoba mendongak langit malam meskipun agak sulit karena gerak sendi putarku terhalang oleh carrier yang ada di tengkuk. Apa kamu tahu apa yang kulihat? MILKYWAY! .. meskipun aku tak yakin apakah itu benar galaksi milkyway atau bukan, tapi malam ini sungguh indah. Langit bertabur bintang gemintang dan diantara bintang gemintang tersebut, dapat kurasakan sejuknya mata saat kutatap mereka dan ternyata mirip MILKYWAY .. tapi, moment melihat milkyway hanya berlangsung sebentar saja, ketika kemudian hujan lokal mengguyur kami semua.

 

Sesampainya di Pantai Siung, jam sudah menunjukkan pukul satu lebih setengahnya. Karena kecapekan di jalan, kami-pun tidur pulas di basecamp sembari di nina-bobokkan oleh melodi ombak. Detik demi detik berlalu, tepat pukul empat lebih sedikit aku terbangun dan menuju ke toilet untuk berwudu, sholat subuh, lalu menunggu sunrise datang tersenyum padaku. Tapi sayang sekali karena dia tertutup oleh bukit di timur pantai, menjadikannya terhalang untuk bertemu aku. Sayang sekali ..

 

Semburat oranye perlahan muncul dari balik bukit besar di sebelah timur pantai ini. Batuan karang dan air laut perlahan berwarna keemasan. Kicau burung di atas pohon cemara tempat aku terduduk membuyarkan konsentrasiku yang sedang asyik mendengar alunan ombak yang mendekati pantai. Jauh di tengah laut, ku lihat beberapa batuan karang kokoh berdiri menghalau ombak. Awan – awan putih di ujung garis laut dan dua buah tebing membelah pantai ini adalah kombinasi yang sempurna di pagi hari tanpa kopi.

 

Menit demi menitpun berlalu, akhirnya satu per satu dari kami terbangun. Berhenti sejenak menikmati angin laut, lalu sebagian lainnya tidur kembali ke alam mimpi. Karena merasa bosan, aku coba mendekati garis pertemuan air laut dan pasir pantai. Yang dapat kutemukan hanyalah pasir yang dipenuhi pecahan cangkang hewan laut sehingga menimbulkan warna coklat keputihan dengan campuran cangkang molluska, kerang, dan foraminifera. Menyusuri pinggiran pantai yang masih surut, kulihat ada jenis ganggang hijau (Chaetmorpha sp.) dan ganggang coklat serta koral, namun tak sebanyak yang ada di pantai Drini, pantai TamanLaut, pantai Porok, dan pantai Sepanjang. Disini juga kutemui karang terumbu yang berserakan terhempas oleh ombak.

 

Dan .. kulihat di atas pasir ada sampah bekas botol akua. Aku teringat misi besarku tuk mengkoleksi pasir di berbagai pantai di Indonesia dan dunia yang aku kunjungi. Aku pungut sedikit pasirnya yang unik dan berbeda dengan pasir pantai lainnya. Siapa tahu aku bisa meneliti tentang hal itu, meskipun sekarang belum mendapat ide untuk itu. hehehe

 

Sekembali aku dari sana, aku duduk lagi menikmati pantai dari kejauhan. Kulihat ada ayam dan burung merpati di sisi kanan basecamp. Aku juga berkenalan dengan bule Natalline yang sudah lancar berbahasa Indonesia hanya dalam waktu 6 bulan. Dia memperkenalkan aku pada permainan Frisbee dengan menggunakan piringan kecil seperti baki, kami pun turun dan bermain lempar tangkap dengan 3 teknik melempar. Seru sih bisa membuat aku berkeringat dan bertemu dengan orang berbeda warna. Hihihii ..

 

 

Setelah menunggu semuanya bangun, kamipun beranjak ke atas bukit sebelah barat pantai untuk melakukan fun climbing dan SRT caving. Setibanya di puncak ternyata tempatnya asyik banget! Pemandangannya indah dan cocok untuk menenangkan diri. Semilir angin laut berhembus setiap detik mengajak mata untuk terlelap. Kami dimanjakan oleh birunya langit, hangatnya sinar matahari, sepoi angin dari samudera hindia yang saat itu berwarna biru laut. Disana kami bertemu dengan teman teman pencinta alam lainnya yang juga sedang melakukan panjat tebing, namun sayangnya mereka tak memakai helm dan sepatu panjat yang safety. Flysheet digelar dan dengan ganjalan roti tabur susu cokelat, kami memulai hari ini dengan suka cita. Runner demi runner dipasang oleh teman teman cowok dan aku berleha leha berbaring di atas flysheet sambil menikmati langit biru dan sepoi angin samudera Hindia, tentunya bersama bule Natalline dan para kartini.

 

Lamat lamat kupejamkan mata, meskipun teman – teman sudah bersiap satu persatu untuk bergilir memanjat tebing atau mencoba SRT caving. Kuperhatikan dan terus kuperhatikan, karena aku menyadari kakiku masih belum sembuh benar. Ada pula permainan Slackline yang terpasang melintang diatara 2 celah batuan. Berjalan diatas tali kuning, antara keberanian, konsentrasi, keseimbangan, dan kocak menjadi satu dalam permainan ini. Pasalnya ada mitos orang jatuh saat permainan ini. Ahahaha..

 

Jujur saja aku tak menikmati dan tak terlalu berambisi untuk sampai ke puncak tebing atau runner ter-atas. Aku lebih menyukai menikmati suasana alam yang jarang kutemui di kota Jogjakarta. Panjatku mungkin cuma 3 meter saja, lalu capek, dan akhirnya turun lagi karena aku kasihan dengan belayerku yang harus menahanku. Jadi yang kulakukan disini hanya mengamati, menikmati, bercanda dengan sesekali tertawa, makan, dan tidur di atas matras ditemani sang angin dan alunan ombak pantai yang menebas batuan karang di bawah. Terlihat, teman-teman mendokumentasikan mereka yang sudah berhasil ke runner tertinggi untuk foto terlebih dahulu. Buat foto PP facebook mungkin kali yak :p

 

Tepatnya pukul 5-an kamipun turun kebawah untuk menyiapkan tenda di pinggir pantai. Ahh! Aku melewatkan sunset di pantai ini .. Setibanya di bawah, kami mendirikan tenda, menyiapkan makan malam, dan bersih bersih badan ala kadarnya. Tak lupa kami bermain bersama dengan piringan frisbee milik Natalline. Grup yang piringnya tidak sampai garis masuk atau keluar dari garis (out) harus push up. Sepanjang permainan diselingi oleh tawa dan canda.

 

Setelah tenda berdiri dan malam mulai menyergap, kami menyalakan api unggun sambil bernyanyi nyanyi dengan aneka jenis lagu. Mulai lagu Indonesia galau, ngerock, ngebeat, campur sari, dangdutan, sampai lagu lagu anak kecil dan lagu lagu barat. Aku menikmati suara serak – serak becek teman – teman sembari memandang langit malam penuh bintang. Indah sungguh indah! Inilah alasanku menyukai pantai di malam hari. Disini aku bisa melihat indahnya malam gelap ditemani bintang gemintang yang terkadang menampakkan dirinya yang sedang bergerak diantara kawannya, milkyway ketika langit benar benar cerah, dan rembulan ketika pertengahan bulan yang akan semakin mempercantik suasana pantai. Deru ombak dan angin laut menyajikan efek alam yang sempurna ditambah dengan gesekan pasir pantai hangat yang menyentuh kulitku. Sungguh kombinasi yang mengagumkan!

 

Bernyanyi bersama, menari melingkar, bakar bakar jagung, lalu tidur berbaringan di atas pasir sungguh menyenangkan sekaligus tak mengenakkan. Sepertinya aku masuk angin, karena sekujur tubuh rasanya capek banget ketika terbangunkan oleh angin laut yang semakin kencang karena jauh di lautan sana terjadi badai dan hujan dengan petir sesekali menyambar tengah lautan. Karena tenda yang sudah terisi penuh, aku akhirnya tidur di basecamp. Pulas dan di pagi hari aku tersadar bahwa ada yang menyelimutiku dengan jaket hangat. Jaket siapakah ini? Pikir batinku. Ternyata jaket milik anak pencinta alam dari Solo.

 

Acara dilanjutkan dengan packing dan beranjaklah kami semua menuju bukit di sebelah timur pantai Siung ini. Kami hendak menuju ke pantai Wediombo dengan jalan trekking menyusuri bukit, ladang, dan perumahan warga. Trekking dimulai dengan jalur yang berbahaya. Kami menaiki bukit dengan batas kanan langsung “laut”. Dengan tertatih tatih agar tak terjatuh, aku menapaki tangga demi tangga alami ini dengan penuh hati hati. Sesekali aku memegangi tanaman  agar seimbang. Tiba diatas, kami berjalan di tempat datar dan kembali disusul dengan jalanan menaik, menurun, dan melewati punggungan lagi. Kami menyusuri sungai berbatu dengan aliran yang tak begitu deras, kandang sapi warga, rumah pemukiman warga, dan ladang persawahan milik warga desa. Tak terasa perjalanan sudah 1 jam berlalu, diujung setelah sawah dengan padi menguning, aku berhenti dan heran sekaligus terpesona dengan keindahan yang terhampar di depan mataku. Dengan sigap teman teman membuat video di sepanjang perjalanan di jalur trekking ini, karena tempat ini sungguh cantik! Meskipun medan yang harus dilalui begitu wou menantang!

 

Tanpa pikir panjang kamipun berjalan menyusuri jalanan sempit yang muat untuk satu orang saja. Sepanjang perjalanan aku tak berani menoleh ke sisi kanan. Aku hanya menunduk fokus pada jalanan setapak ini agar tak terjatuh. Mungkin terkesan paranoid, tapi ini benar benar membahayakan dengan sisi kananku berupa jurang yang curam sekali dengan dasar langsung berupa rentetan batuan karang yang ditampar tampar oleh air laut yang mengayunkan ombaknya. Dan di sisi kiri berupa bukit yang juga curam ke atas. Aku ngeri jika mengingatnya. Sepanjang perjalanan aku tak berbicara sendikitpun, aku hanya komat kamit melafalkan surat Al- Fatehah sebanyak banyaknya karena aku ingin bertemu lagi dengan kedua orangtuaku. Hehehee ..

 

Dan akhirnya .. taraaa!! Aku berhasil melewati alur sulit itu dan tiba di puncak salah satu bukit yang belum ku ketahui apa nama tempat indah ini. Ketika ku memandang ke selatan, aku bisa melihat luasnya samudera Hindia yang seakan akan tak bertepi. Di sebelah timur kulihat bukit tujuan akhir kita (sebenarnya) dengan pemandangan pantai wediombo di balik bukitnya. Di sebelah barat kulihat air terjun tinggi nan eksotis mengalirkan air sungai menuju laut terbuka. Dan di sebelah utara, bukit menjulang melandai sampai curam vertical dengan vegetasi rumput dan semak yang mendominasi. Setelah asyik berfoto dan nongkrong sejenak melihat keindahan alam-Nya, hujan turun seakan berpihak dengan pikiranku. Mungkin Tuhan kasihan melihatku cemas melewati jalur trekking yang membahayakan ini, sehingga Dia turunkan hujan agar kami semua kembali lagi ke pantai Siung dan tak melanjutkan perjalanan yang ku kira akan semakin berat dan lebih membahayakan! Fuihh! ..

 

Satu jalur berbahaya ini sudah kulewati, rasanya lega, puas, bahagia, dan damai sekali karena ternyata aku bisa melewati jalanan curam itu. Kulambaikan tanganku ke sisi kanan dan kiri. Kusentuh dinginnya air hujan melalui permukaan daun singkong, padi, pisang, keruing, dll. Dingin dan menyejukkan. Hujan hujanan sambil trekking sangat menyenangkan! Apalagi sesampainya di pantai, kami langsung menuju tepi laut dan berenang dengan air asin itu. Ombak yang tak begitu besar memantul mantulkan badanku yang kecil ini ke pasir pantai yang lembut. Hehehehhe .. puas rasanya Bro!

 

Bilas sebentar dan akhirnya kamipun kembali ke Jogja pada pukul 10.00. perjalanan yang menyenangkan sekaligus melelahkan demi menakhlukkan, menikmati, memahami, dan mencintai alam tersembunyi di pantai gigi kera ini.

03


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.