16730498_1568250223186874_7541020667722949305_n

Oleh : Hanif Nur Hassan Al Faruqi (Calon Anggota Muda)

Editor : Tim Humas dan Publikasi

Jam berputar lebih cepat saat satu persatu dari kami menuju ke Gelanggang Mahasiswa, dimana sekre Mapagama yang lama berada. Acara ini bertajuk ‘Fun Caving’ bersama Ambu Udan XXXIII yg bertujuan untuk pengenalan divisi penelusuran goa. Sebelum berangkat, selalu ada ritual wajib yang kami lakukan, yakni berkumpul bersama menundukkan kepala, berdo’a semoga di lancarkan kesemuanya.
“Viva Mapagama! So! So! So!” teriak lantang semua peserta setelah selesai bedo’a bersama. Diantara rintik hujan yang mulai reda dan kabut yang menggelayut di sebagian atap desa, kami sudah tiba sebelum langit malam menghadirkan gelapnya. Sesampainya disana, kami langsung disambut senyum manisnya Mbah Cokro selaku sesepuh dan pengarah area parkir kendaraan kami. Motor-motor di parkirkan, barang-barang diletakkan, semua masuk kedalam rumah yang telah dibooking pada 3 hari sebelumnya oleh tim survey. Dinginnya desa dan cuaca yang sedang sering hujan membuat kami mengenakan pakaian hangat yang kami bawa, riuh rendah suara kawan-kawan tertawa bahagia saat hidangan makan malam tiba, soto ayam panas, gorengan dan sambal cukup membuat perut kami bersahabat.

Setelah kami rasa cukup santap malam, kamipun melakukan briefing untuk kegiatan yang akan dilakukan esok hari. Di pimpin langsung oleh Dian selaku korlap, kami mengkaji goa yang akan kami telusuri, juga mempertimbangkan saran dari warga sekitar yang cukup mengetahui karakteristik goa, serta dari buku laporan kegaitan dari Mapala lain yang membukukan kegiatannya dan digunakan sebagai data didesa. Akhirnya diputuskanlah 2 goa yang akan kami telusuri, yakni goa sendang sri dan goa tegoguo dimana tim keberangkatan juga turut dibagi menjadi 2 kelompok yang berbeda. Di Goa Sendang sri ada Ryan, Ai, Mun, Eni, dan Ririn. Sedangkan di Goa Tekoguo ada Hanif, Kun, Sheila, Deswita, Dian, Sonya. Keduanya diberi pendamping dari anggota Mapagama, kelompok sendang sri di dampingi Mas Dirham dan Mbak Isma. Kelompok Tegoguo di dampingi Mas Alief dan Mbak Hajar.

Sang fajar telah menampakkan diri, akhirnya kedua kelompok bergegas menuju goa yang dituju masing-masing. Deru mesin motor berkuasa di desa yang sunyi dan sepi, setibanya di lembahan goa kami dijamu dengan ramah oleh Ibu-ibu juga Bapak bersama anaknya yang sedang berladang. Selang beberapa menit setelah disuguhi panorama indah nan mempesona dikanan-kiri jalur menuju goa, tibalah kami di mulut goa. Pemanasan ,cek ulang alat komunikasi, dan alat penerangan kami lakukan sebelum memasuki goa, setelah semua siap berjalanlah kami menyusuri teka-teki yang tak kami ketahui. Mas Alief berada di luar goa sebagai back up rescue. Langkah demi langkah kaki kian memasuki goa dan menjauh dari mulutnya. Aku semakin terpacu ketika teringat kata-kata Almarhum Norman Edwin “Adalah suatu kebahagiaan bagi seorang caver bila lampu yang dibawanya menjadi sinar pertama yang mengungkap keindahan bawah tanah,”

Bau kotoran kelelawar begitu khas mengeruak ke hidung, tetesan air dari batuan stalaktit mendinginkan bagian tubuh yang terbasahi olehnya. Lampu-lampu penerangan kami cukup membantu kami dalam berpijak dibagian yang pas, gemericik air semakin terdengar ketika kami menemui jalan buntu. “Wah, jalannya buntu” . Sehingga kami memutuskan memaksimalkan waktu untuk belajar menghasilkan foto yang baik di dalam goa.

Berhubung waktu kami masih sisa, kami sepakati bersama untuk menelusuri Goa Sendang Sri, perjalanan harus kami tempuh menaiki motor melewati liku-liku jalan pedesaan yang masih asri dan begitu sepi, selebihnya menjelang tiba di Jalan masuk goa medan kian menanjak dan kami harus mempersiapkan gas sekuat-kuatnya untuk mencapai dataran diatas sana. Samar dari keajauhan terdengar suara kawan-kawan kelompok yang memang jatahnya di Goa Sendang Sri. Tak sabar rasanya bertemu dan saling tatap muka setelah sama-sama keluar dari Goa. Benar saja, kami semua tertawa saling ledek satu sama lainnya, sebab pakaian kami tak satupun ada yang bersih juga wajah kami memancarkan kelelahan yang sama. Tapi kami masih tetap ingin menelusuri lagi dan lagi.

Satu persatu menuruni anak tangga goa sendang sri. Ada dua jalan yang kami tempuh yakni jalan ke bagian kanan dan bagian kiri, kami utamakan yang kiri dulu hingga ujung, baru setelahnya kami berbalik arah kembali ke titik awal persimpangan. Goa Sendang Sri lebih sempit dari pada Goa yang sebelumnya kami telusuri, juga tanah yang kami pijak sangat lembek karena debit air yang cukup banyak semenjak hujan mengguyur beberapa bulan terakhir. Mas Dirham yang terbiasa sebagai photographer mengatur posisi kami untuk foto bersama di dalam goa, beberapa menit selesai dan waktu sudah hampir siang, kami putuskan bersama untuk segera naik dan kembali ke basecamp mbah Cokro.

Sesampai di basecamp kami langsung membersihkan diri, makan siang kemudian packing untuk persiapan pulang. Kabut perlahan kabur saat satu persatu dari kami menaiki motor untuk kembali ke jogja, kenangan tak terlupa bersama hawa dinginnya, ramah tamahnya, serta kebaikan orang-orang didesa. Perjalanan menuju Jogja akan sangat menyenangkan juga menegangkan, sebab panorama alam di kanan-kiri jalan akan memanjakan mata dan kami harus berhati-hati di jalanan yang licin. Sekian, perjalanan tak pernah berhenti disini, dan akan selalu berlanjut lagi.

16649326_1568250233186873_7508522111402057811_n

(Ambu Udan)


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.