Gunung Merbabu Tak Bisa Terus-terusan Jadi Tempat Sampah

Oleh : Endang Sri Nugroho

 

Di Provinsi Jawa Tengah terdapat sebuah gunung yang hampir tak pernah sepi yaitu Gunung Merbabu. Jika dalam kondisi normal atau layak daki, ratusan pendaki akan bertamu di gunung ini setiap harinya. Gunung dengan ketinggian 3.142 mdpl ini terletak di beberapa wilayah kabupaten di Jawa Tengah yakni Boyolali, Magelang, Salatiga, dan Semarang. Gunung Merbabu merupakan salah satu pendakian favorit di Pulau Jawa dikarenakan pemandangan yang disuguhkan begitu indah ditambah lagi tingkat kesulitan pendakian tidaklah tinggi. Terdapat banyak puncak di gunung ini yaitu Puncak Ondorante, Puncak Gegersapi, Puncak Watutulis, Puncak Watugubuk, serta tiga puncak utama yakni Puncak Syarif (3119 mdpl), Puncak Triangulasi (3142 mdpl), dan Puncak Kentengsongo (3142 mdpl). Gunung Merbabu juga memiliki 5 kawah yaitu Kawah Sambernyowo, Kawah Rebab, Kawah Kendang, Kawah Kombang, dan Kawah Condrodimuko. Pendakian menuju puncak dan kawah-kawah tersebut dapat ditempuh melalui 5 jalur alternatif, yang paling terkenal ialah Jalur Selo diikuti Jalur Thekelan, Jalur Chuntel, Jalur Swanting, dan Jalur Wekas.

Mengingat tingkat kesulitan pendakian yang cukup rendah maka gunung ini dijadikan pilihan pendakian  yang pas bagi para pemula. Pendaki yang mengunjungi lokasi ini pun banyak berasal dari luar Jawa bahkan luar luar negeri. Apalagi di hari-hari besar atau libur panjang, bukan hal yang sulit untuk menemui begitu banyak pendaki hampir di sepanjang jalur pendakian. Melihat fenomena ini, masuk akal jika makin banyak pendaki yang berkunjung maka semakin banyak juga sampah yang menggunung di tempat tersebut. Meskipun Gunung Merbabu telah banyak dilabeli sebagai gunungnya para pemula namun hal tersebut tak seharusnya menjadi alasan untuk bebas membuang sampah sembarangan. Ditambah lagi menurut pengalaman saya saat berkunjung ke gunung ini, masih banyak dari mereka yang sudah sering mendaki bahkan komunitas yang bertitel pencinta alam pun terkadang tak lepas dari kebiasaan buruk ini dan tidak dapat menjadi contoh yang baik bagi para pendaki pemula.

Modern ini, kecanggihan tekhnologi telah berkembang pesat. Keinginan untuk mencapai puncak gunung, mengabadikan momen dengan kamera dan mengunggahnya di media sosial tanpa disadari menjadi alasan utama banyak pendaki modern ini tanpa menilik kembali tujuan mendaki gunung yang sebenarnya. Lebih mengharukan lagi adalah ketika mereka berbondong-bondong berburu foto yang indah tanpa menyadari tanggung jawab mereka sebagai pendaki yakni menjaga kebersihan lingkungan. Miris sekali rasanya ketika di depan mata kami sebagian dari mereka dengan santainya membuang bungkus makanan ringan, bungkus permen, putung rokok, dan botol kosong di sepanjang jalur pendakian tanpa merasa berdosa. Entah apa alasanya, apakah karena benar-benar tidak peduli dengan kebersihan lingkungan, tidak menyadari dampak dari perbuatan mereka terhadap kerusakan ekosistem hutan atau semata-mata hanya karena rasa malas membuang sampah pada tempatnya. Budaya buang sampah sembarangan ini terjadi karena mental masyarakat yang terbiasa melakukan hal tersebut sehingga kebiasaan ini terbawa saat mendaki gunung.

5 Maret 2017 kurang lebih pukul 16.00 WIB, kami yang terdiri dari 9 calon anggota muda beserta 3 anggota pendamping kegiatan Wajib Gunung Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Gadjah Mada (Mapagama) berkumpul di tengah Sabana 2 Gunung Mebabu yang tengah diselimuti kabut. Usai mengemasi tenda dan berbagai logistic tim ke dalam carrier, briefing yang dipimpin oleh Koordinator Lapangan pendakian tim kami pun resmi dimulai. Beberapa hal penting disampaikan di tengah briefing tersebut, tak lupa salah satu poin dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni Pengabdian kepada Masyarakat. Sebagai bentuk tanggung jawab kami selaku mahasiswa pecinta alam terhadap Tri Dharma Perguruan Tinggi maka kami memilih upaya dalam menjaga kebersihan lingkungan sebagai bukti nyata dari pengabdian tersebut. Selain itu upaya ini kami lakukan untuk memberi contoh baik pada pendaki-pendaki lainnya yang nampak kurang peduli terhadap kebersihan lingkungan minimal agar membuang sampah pada tempatnya. Selembar trashbag hitam kini ada di genggaman tangan masing-masing dari kami. Seusai menutup briefing satu per satu dari kami mulai meninggalkan Sabana 2 dan mendaki turun menuju basecamp melewati jalur Selo. Sungguh mengejutkan ketika kami menyadari bahwa mengumpulkan sampah di sepanjang jalur pendakian Selo bukanlah hal yang sulit. Bahkan rasanya kapasitas ke-sebelas trashbag ukuran besar yang kami bawa pun masih jauh dari kata cukup untuk mengantongi sampah-sampah tersebut. Pemungutan sampah juga kami fokuskan pada titik-titik tertentu dengan gunungan sampah. Hal ini kami lakukan dengan tujuan untuk mematahkan anggapan liar pendaki lainnya bahwa gunungan sampah di atas gunung memang sengaja disediakan bagi mereka. Selain itu dari kasus yang kami temukan, sampah berbahan plastic sangat mendominasi di jalur Selo. Sehingga jenis sampah yang paling kami cara ialah sampah plastic mengingat dibutuhkan waktu hingga 500 tahun bagi alam untuk menguraikankannya. Sesampainya di kaki gunung, sampah-sampah yang berhasil kami kumpulkan segera kami buang di tempat pembuangan yang sengaja disediakan oleh warga setempat.

Mari bangun kepedulian dan kesadaran kita terhadap kelestarian serta kelangsungan ekosistem Gunung Hutan. Buktikan pada dunia bahwa pecinta alam bukanlah perusak alam !.

5 edit 6 edit 7 edit

 


1 Comment

Insta-Traveller · March 31, 2019 at 10:19 am

Artikel nya keren kak.
Untuk yang mau kemerbabu dari Bekasi
Estimasi biaya transportasi bisa mampir di : insta-traveller.xyz

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.