Selasa, 2 Agustus 2022 menjadi awal perjalanan lapangan akhir kami. Tim Gladimadya Saniskala yang beranggotakan tujuh orang, yaitu: Azarya, Gandhi, Haqqi, Isma, Lyan, Larisa, dan Rosani. Tim berangkat menuju Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Kami memulai perjalanan dengan kereta api tujuan Banyuwangi yang berangkat tepat pukul 07.00. Kami menempuh perjalanan kereta selama sekitar tiga belas jam, cukup lama hingga bisa digunakan untuk mengerjakan banyak hal. Selama di kereta, kami melakukan berbagai kegiatan. Aza mengerjakan laporan praktikumnya, Haqqi bermain PS, Lyan menonton maraton series hingga lima episode, Larisa mengerjakan tugas wajib dokumentasinya agar kegiatan kami dapat terekam dengan baik, dan Isma menyibukkan diri dengan dokumentasi pribadinya. Gandhi memotong stiker Saniskala dan Rosani bermain dengan kamera barunya. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB yang berarti kereta sudah akan tiba ke Banyuwangi.

Setibanya di Banyuwangi, kami bergegas untuk melakukan pergerakan ke Pelabuhan Ketapang dengan berjalan kaki. Aza, Gandhi, Haqqi, dan Lyan bertugas untuk membawa duffle bag secara bergantian, Isma dan Rosani membawa oleh-oleh, dan Larisa membawa peralatan dokumentasi. Sesampainya di pelabuhan, Rosani dengan sigap mengatur tiket transportasi kami menuju ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Kami berangkat dengan kapal feri pukul 20.45 WIB hingga pukul 22.10 WITA. Setelah itu, kami bergegas menuju Terminal Gilimanuk untuk menaiki bus menuju Pelabuhan Padang Bai, Bali dengan tujuan Pelabuhan Lembar, Lombok.

Bus berangkat pukul 01.30 WITA. Perjalanan bus ini terasa tidak nyaman karena jalan yang naik turun, sopir bus yang ugal-ugalan, dan fasilitas bus yang sangat minim. Dengan keadaan yang tidak kondusif dan perjalanan  yang terasa sangat lama, kami tetap terlelap karena badan yang sudah kelelahan. Perjalanan bus ini berhenti sekitar pukul 06.15 WITA tepat di depan pintu masuk Pelabuhan Padang Bai, Bali. Di sini, Isma sebagai sie konsumsi membelikan kami sarapan dari seorang bapak yang tadinya kami tolak ketika menawarkan dagangan nasi bungkusnya kepada kami. Kami pun sarapan sembari menunggu kapal yang berangkat pukul 09.30 menuju Pelabuhan Lembar, Lombok. Perjalanan kapal kali ini entah mengapa butuh waktu yang lumayan panjang, sekitar tujuh jam lebih, dari estimasi biasanya hanya menghabiskan empat jam perjalanan. Kami masih melakukan kegiatan reguler kami sepanjang perjalanan; tidur atau memotret birunya segara. Kami tiba di Lombok pukul 15.00 WITA. Sesampainya di pelabuhan, kami menyewa angkot untuk membawa kami bertamu ke Grahapala Rinjani Universitas Mataram (GPR). Kedatangan kami disambut hangat oleh para anggota GPR. Kami saling berbincang mengenai mapala masing – masing, tentang kegiatan kami, dan berbagai hal lainnya. Rupanya, di sana seorang senior pegiat tali-temali dari YEPE Malang, yaitu Om Data Pela yang juga sedang bertamu sehingga obrolan kami pun tidak jauh-jauh dari vertical rescue dan tali-temali. Hingga tak terasa pukul 19.30, kami harus bergegas untuk melanjutkan perjalanan kami. Kali ini kami menaiki bus DAMRI yang berangkat dari Mataram menuju Terminal Taliwang, Sumbawa Barat. Bus yang seharusnya berangkat pukul 20.00 WITA mengalami kemunduran waktu sehingga kami baru berangkat pukul 21.00 WITA karena menunggu penuhnya kursi bus. Kami menempuh perjalanan darat selama kurang lebih dua jam menuju Pelabuhan Kayangan, Lombok untuk lagi-lagi menyeberang lewat laut menuju Pelabuhan Poto Tano selama dua jam. Perjalanan dilanjutkan dengan perjalanan darat selama satu jam menuju Terminal Taliwang, Sumbawa Barat.

Kami tiba di Terminal Taliwang pukul 02.00 WITA. Sesampainya di sana, kami sudah ditunggu oleh Kepala Desa Bangkat Monteh yang merupakan tujuan kegiatan kami. Dengan sedikit perkenalan singkat dari kami dan kepala desa, kami langsung melanjutkan perjalanan menuju basecamp yang akan kami tempati, yaitu rumah Kepala Dusun Anyar. Kami menggunakan pick-up milik kepala desa yang memperkenalkan dirinya sebagai Sangkot Rangkuti. Sebagian dari kami tentu saja harus duduk di bak bersama carrier dan terkena angin malam Brang Rea yang berhembus kencang. Anggota kami yang menemani Pak Sangkot di depan disibukkan dengan kisah legenda seorang Sangkot Rangkuti dan Tragedi Semanggi yang ternyata akan kami dengar berkali-kali ketika kami sampai di desanya. Akhirnya, kami tiba rumah yang akan menjadi basecamp kami selama 9 hari ke depan pada pukul 03.00 WITA. Kami langsung disambut oleh tuan rumah yaitu Bapak Kepala Dusun Anyar dan sedikit berbincang-bincang. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 WITA dan kami baru bisa beristirahat. Perjalanan ini cukup melelahkan. Walaupun memiliki waktu paling singkat setelah menggunakan kapal, tetapi kami tidak dapat beristirahat dengan baik dan terlalu banyak perpindahan yang membuat anggota tim lelah.

Hari telah berganti. Rumah-rumah panggung dan pemandangan desa yang dipenuhi sawah dan perbukitan sepanjang mata memandang tampak jelas. Kami memulai pergerakan pada pukul 10.00 WITA. Aza dan Rosani mengirimkan perizinan ke Polisi Sektor Brang Rea dan anggota lain berkunjung ke Kantor Desa Bangkat Monteh dan rumah kepala desa. Pergerakan kami dimulai agak siang karena menyesuaikan dengan SOP tidur. Di rumah Pak Kades kami bertemu dengan anaknya yang lulusan UNRAM yang bernama Kak Via atau Fia atau entah bagaimanapun penulisan namanya. Orang-orang memanggilnya Pia. Di samping itu, terdapat seseorang yang akan sangat membantu kami. Dia bernama Bang Ecky atau Ecki atau Eki atau lagi-lagi entah bagaimana penulisan namanya. Dengan logat jawa kami tetap memanggilnya dengan Bang Eki (lengkap dengan aksen medok di huruf b pada kata “Bang”). Bang Eki yang disebut – sebut sebagai “mapala Sumbawa Barat” oleh Pak kades adalah sosok yang ditugasi untuk memandu kami selama berkegiatan di Bangkat Monteh. Kami tidak diperbolehkan untuk bergerak sendiri tanpa panduan dari orang lokal karena dikhawatirkan akan terjadi hal-hal buruk mengingat masih kentalnya adat dan budaya di sana. Sorenya, kami diajak Bang Eki dan Kak Pia ke beberapa lokasi wisata desa Bangkat Monteh. Kami diajak ke Ai Mual yang merupakan air terjun yang kebetulan sedang tidak mengalir karena kami datang saat musim kemarau dan bendungan Bintang Bano. Di Bendungan Bintang Bano, kami diajak menaiki speedboat berkeliling bendungan tersebut. Fun fact, wisatawan umum, termasuk kami, tidak bisa menaiki speedboat karena penggunaan speedboat masih terbatas pada pengelolaan bendungan. Namun, dengan kekuatan channel kami, Kak Pia yang merupakan anak kades dan ternyata juga bekerja di Bintang Bano, kami dapat melihat pemandangan cantik dari bendungan baru tersebut. Terdapat air terjun utara bendungan, ada juga pohon beringin yang tenggelam di tengah bendungan yang konon katanya sudah beberapa kali ditebang tidak dapat ditumbangkan, gardu pandang yang memperlihatkan bendungan secara keseluruhan, dan masih banyak hal menarik lainnya. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 18.00 WITA. Kami memutuskan untuk kembali ke rumah kepala desa karena sudah dipesan untuk kembali ke sana sebelum ke basecamp. Di sana kami diajak berbincang mengenai berbagai hal dan tentunya kegiatan kami kedepannya di desa tersebut. Rupanya, rezeki menanti kami. Kami dijamu makan malam berupa nasi goreng dan telur mata sapi yang lezat dan mengenyangkan perut. Ketika menunjukkan pukul 20.00 WITA, kami pamit undur diri karena ada kegiatan yang harus kami lakukan selanjutnya. Sesampainya di basecamp yang jaraknya kurang dari 500 meter dari rumah Pak kades, kami merundingkan area yang akan kami eksplor besok harinya bersama Bang Eki. Selama berdiskusi kami memperoleh hasil tempat-tempat yang akan kami datangi. Namun, kami tidak jadi membagi tim eksplorasi menjadi dua tim karena kami juga tidak diperbolehkan berpisah dalam jarak yang tidak dapat saling melihat satu sama lain. Setelah itu, seperti biasa sebelum istirahat kami melakukan evaluasi harian dan briefing kegiatan besok.

 

bersambung ke Episode kedua Cerita Saniskala

 Gegap Bijak Gandhi, Tim Gladimadya Penelusuran Gua: Saniskala – Surga Tana Samawa, 2022.


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.