Perjalanan

Dokumentasi Oleh: Katarina Rania

Dokumentasi Oleh: Katarina Rania

Entah mengapa rangkaian melodi yang ada di sampingku terdengar merdu sekali pagi ini. Rangkaian melodi yang ditemani oleh bunyi siulan dari lagu yang aku dengar setiap hari sebelum mengawali hari. Diri yang tengah terlena oleh alunan lagu seketika beranjak ketika mendengar lagu tersebut. Aku yang tengah menahan kantuk tersadar bahwa itu adalah musik yang aku pasang sebagai alarm pagiku setiap hari. Waktu ternyata sudah menunjukkan pukul 05.00 WIB sedangkan kereta kami akan berangkat pada pukul 07.00 WIB. Kami langsung bersiap-siap dan berangkat pada pukul 06.00 WIB. Kami diantar oleh warga sekretariat Mapagama menuju Stasiun Lempuyangan. Kami sangat berterima kasih kepada mereka karena rela untuk bangun pagi demi mengantarkan kami. Usai berpamitan, kami bergegas untuk mencetak tiket dan menuju jalur kedatangan kereta Sri Tanjung. Kereta sudah datang, tetapi duffle bag yang berisi peralatan panjat tebing sungguh memperlambat pergerakan kami. Untungnya tim bisa bergerak cepat dan segera memasuki gerbong kereta. Dari sinilah cerita perjalanan Mapagama Climbing Expedition (MCE)  2023 “Ambar Dwipa Dewata” dimulai.

Perkenalkan kami adalah tim MCE 2023 “Ambar Dwipa Dewata” yang terdiri dari Aghnia Yasmin Syamila (Geografi, 2022), Sabila Zanaya Firdaus (Sekolah Vokasi, 2022), Katarina Rania Paramita (Biologi, 2021), Muhamad Daffa Aditya Eka Pratama (Sekolah Vokasi, 2021), Aloisius Andhika Mahesa Kanigara (Pertanian, 2021), Jacinda Shafa Khairunnisa (Sekolah Vokasi, 2021) dan aku sendiri Michael Handoyo (Ekonomika dan Bisnis, 2022). Tujuan perjalanan kami adalah sebagai pelaksanaan lapangan akhir pada pendidikan lanjut yang kerap disebut Gladimadya. Perjalanan kami menuju Tebing Songan diawali dengan perjalanan kereta selama 13 jam, lalu dilanjutkan dengan penyeberangan menggunakan feri dari Pelabuhan Ketapang menuju Pelabuhan Gilimanuk. Sesampainya di Pelabuhan Gilimanuk, kami menaiki Bus Bahagia hingga sampai ke Denpasar. Sesampainya di Denpasar kami menggunakan Bus Trans Dewata hingga sampai ke Wanaprastha Dharma, mahasiswa pecinta alam Universitas Udayana. Sungguh perjalanan yang panjang dan melelahkan bagi tim untuk sampai ke Denpasar. Selanjutnya, kami menyewa 4 motor sebagai sarana mobilisasi kami selama di Bali. Usai bersilaturahmi singkat dengan anggota Wanaprastha Dharma, kami melanjutkan perjalanan menuju Tebing Songan. Meskipun perjalanan memakan waktu 3 jam, suasana yang baru membuat perjalanan terasa singkat. Cuaca yang berawan dengan hawa yang dingin membuat perjalanan kali ini terasa tenang di hati.

Sesampainya di Desa Songan, rasa tenang yang aku gambarkan berubah menjadi gundah dan khawatir. Tim kami sebelumnya sudah menghubungi Pak Komang selaku Kepala Dusun di Desa Songan. Beliau mengatakan bahwa kami bisa singgah di Balai Banjar Tabu B. Saat itu kami senang mengetahui bahwa ada tempat menginap di Desa Songan. Kami dengan percaya diri memutuskan untuk tidak membawa tenda. Namun, sesampainya di Balai Banjar Tabu B, tempat tersebut tampak berdebu. Ada pula ruangan terkunci yang lantainya berpasir karena ada 4 karung semen di sudut-sudut ruangan. Kami bertujuh menatap cemas kondisi Balai Banjar Tabu B dengan pertanyaan yang sama di kepala “Di mana tempat kami tidur malam ini?”

Tak lama setelah kami sampai di Balai Banjar Tabu B, terdengar suara motor yang mendekati balai tersebut. Aku yang penasaran langsung keluar melewati gerbang. Aku melihat seorang pria yang memiliki tinggi kurang lebih 175 cm dengan tato yang penuh di tangan kanannya. Ia sedang memarkirkan motornya di sebelah Balai Banjar Tabu B. Aku pun langsung menghampiri pria tersebut dan menanyakan terkait Kepala Dusun yang bernama Pak Komang. Ternyata pria yang kuhampiri adalah saudara dari Pak Komang. Aku pun langsung menanyakan terkait keberadaan Pak Komang saat ini. Saat sedang bercakap-cakap, tiba-tiba Pak Komang yang sedang membonceng temannya lewat dan seketika menghentikan obrolan kami. Pria tersebut langsung memanggil Pak Komang dan menyampaikan dengan bahasa Bali bahwa ada tamu di Balai Banjar. Masih di motor dan melaju ke depan, Pak Komang dengan cepat merespon “Oke, sebentar aku ke sana!”.

Sepuluh menit kemudian Pak Komang datang menghampiri Balai Banjar Tabu B. Kami pun mulai dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menyampaikan apa maksud dan tujuan kedatangan kami. Pak Komang merespon dengan menyambut kedatangan kami dengan ramah dan senang. Namun, beliau bingung karena biasanya yang menginap di balai tersebut membawa tenda. Akhirnya setelah berdiskusi, Pak Komang memperbolehkan kami untuk menggunakan ruangan pada Balai Banjar. Kami pun meminjam sapu dan kain untuk membersihkan ruangan tersebut dari debu yang menempel di keramik. Pak Komang juga meminjamkan kami karpet hijau sebagai alas tidur kami di ruangan tersebut. Maka, jadilah ruangan di Balai Banjar tersebut sebagai tempat kami singgah selama berdinamika di Bali.

 

bersambung ke Part 2 Harta Karun Tersembunyi di Pulau Dewata

Michael Handoyo, Tim Gladimadya Panjat Tebing: Mapagama Climbing Expedition “Ambar Dwipa Dewata’”, 2023.


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.