Bencana dan Mitigasi Bencana: Sudahkah Dusun Tekelan Berbenah Diri?

IMG_9292 edit

 

Jalur Tekelan terletak di Dusun Tekelan berjarak beberapa ratus meter setelah daerah Kopeng. Di dusun tersebut, bencana alam menjadi hal lumrah dan wajar bagi warga lokal mengingat posisi geografis dusun yang berada di lereng Gunung Merbabu. Selama perjalanan menaiki bus mini menuju pertigaan Kopeng, dapat dijumpai beberapa titik di kanan jalan yang longsor akibat hujan deras yang mengguyur Merbabu setiap hari tepatnya hampir tiap sore hingga malam. Komposisi tanah yang gembur dan vegetasi yang akar-akarnya renggang menjadi faktor kedua setelah hujan deras disertai angin kencang sehingga rawan longsor. Sampai di Basecamp, hal pertama yang tim observasi adalah aksesibilitas dan amenitas. Aksesibilitas terlihat dari jalanan yang lumayan bagus untuk dilalui kendaraan umum dengan tonase terbesar adalah truk ukuran sedang dikarenakan lebar jalan tidak besar. Amenitas dilihat dari nyaman dan tidaknya fasilitas dari pihak basecamp dan menurut tim, jika dilihat dari fasilitas yang sudah disediakan sudah lumayan dan sehendaknya pihak pengelola harus terus berbenah mengingat belum disediakannya kotak saran di basecamp.

Ai selaku koordinator Observasi dan Pengabdian Masyarakat terlebih dahulu membriefing dan menambahkan beberapa detail spesifikasi wawancara untuk memudahkan tim dalam upaya observasi metode wawancara ke warga lokal dengan beberapa kriteria yakni;

No Daftar Pertanyaan Wawancara Spesifikasi Narasumber
1 Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i mengetahui mitigasi bencana/upaya penanganan bencana? Rentang usia 15 – 70 tahun.

Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

2 Bencana apa yang  kerap terjadi di jalur Tekelan? Kabarnya sering bencana longsor, apakah benar? Penduduk adalah warga lokal, yang menetap di dusun tersebut atau daerah sekitarnya di Jalur Tekelan.
3 Bagaimana cara menghadapi bencana alam tersebut, misalnya longsor?  
4 Apakah ada pihak lain yang ikut dalam usaha mitigasi bencana terkait longsor atau lainnya?    

Jumlah anggota tim yang hanya 6 orang kala pendakian, dibagi lagi menjadi 3 tim kecil guna mencapai target narasumber minimal 3 orang dan efisiensi waktu karena wawancara dilaksanakan pada malam hari.

Dari beberapa warga lokal yang telah diwawancarai, anggota tim hampir tidak mendapatkan kendala berarti dalam proses wawancara. Banyaknya warga lokal yang mampu berbicara bahasa indonesia, menunjang percakapan sehingga berjalan lancar. Pengetahuan dasar mengenai mitigasi bencana, bencana alam yang kerap terjadi di Jalur Tekelan dan sekitarnya, serta usaha konservasi pun telah diajarkan kepada warga lokal langsung dari mahasiswa pecinta alam, pihak kehutanan hingga komunitas penggiat konservasi lingkungan.

 

Pondasi cinta lingkungan pun telah dibangun di struktur pengembangan pemuda desa, seperti melalui Komunitas Putra Syarif yang bergerak dalam bidang lingkungan. Aksesibilitas dan amenitas yang telah disediakan di jalur Tekelan sudah optimal, sehingga berkorelasi pada peningkatan jumlah pendaki dan wisatawan tiap tahunnya.

Dusun tekelan telah berbenah diri dan setidaknya  dapat menghadapi bencana alam yang lazimnya terjadi seperti longsor, pohon tumbang, banjir dan kebakaran hutan. Peran pemerintah yang disinergikan komunitas lokal adalah langkah jitu dalam upaya mitigasi bencana. Sebagai stakeholder keduanya mempunyai peran penting dan tidak terpisahkan. Berbenah diri tidak akan maksimal jika warga lokal membangun seorang diri. Mitigasi bencana adalah sebuah sistem yang di dalamnya mencakup berbagai komponen berkaitan. Lantas sudahkan Tekelan berbenah diri? Pasti.

Kami juga melanjutkan membersihkan jalur pendakian, dengan banyaknya sampah dari pendaki membuat kami harus membersihkan apa yang seharusnya tidak ada dan dibuang di alam.

IMG_0513 edit IMG_0530 edit IMG_0521 edit


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.