Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Gadjah Mada (Mapagama) memulai sebuah proyek pemetaan sungai bawah tanah yang tersembunyi di Gua Dawung, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan. Pemetaan sungai bawah tanah ini ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan air bagi masyarakat setempat khususnya Kecamatan Donorojo dan Punung yang seringkali mengalami kesulitan air bersih pada musim kemarau. Sepanjang tahun air yang ada di dalam Gua Dawung tidak pernah berhenti mengalir.
Pemetaan Gua Dawung ini dilakukan dalam rangka Pendidikan Lanjut Gladimadya Mapagama yang berlangsung mulai tanggal 17-24 September 2019. Demi menjalankan tugas pemetaan tersebut, Tim Mapagama harus rela tidak melihat matahari selama setidaknya 72 jam dan melakukan kemah di dalam gua. Kondisi dalam gua yang gelap, lembab, dan berlumpur menjadi tantangan tersendiri bagi keenam anggota tim untuk menuntaskan tugas pemetaan ini.
Perjalanan membangun kedaulatan air bagi masyarakat Pacitan sudah berlangsung sejak cukup lama. Mengetahui potensi kemelimpahan air yang ada di Gua Dawung, pada tahun 2017 Mapagama sudah memulai langkah awal dengan melakukan pengukuran debit dan penilaian kualitas air sungai bawah tanah Gua Dawung. Hal ini ditujukan sebagai data awal bagi Pemda Kab. Pacitan untuk pertimbangan pengangkatan air. Namun tanpa adanya peta aliran sungai bawah tanah, data debit dan kualitas air belum cukup untuk kajian pengangkatan air ke permukaan. Saat ini sekitar 700 meter lorong sungai bawah tanah di Gua Dawung telah berhasil dipetakan oleh Mapagama.
“Waktu tiga hari saja belum cukup bagi kami untuk mengeksplorasi keseluruhan lorong yang ada di Gua Dawung. Menurut cerita warga setempat, lorong Gua Dawung ini terhubung dengan Luweng Musuk yang letaknya sekitar 4 km dari entrance Gua Dawung.” Terang Ichsanu, Koordinator Lapangan kegiatan Gladimadya ini. “Artinya, potensi untuk meneruskan pemetaan Gua Dawung ini masih terbuka lebar,” tutupnya pada akhir kegiatan pemetaan Minggu (22/09).
Selain pemetaan gua, Tim Mapagama juga melakukan pengabdian masyarakat berupa pendidikan kontekstual yang bertemakan ‘Ekosistem Kawasan Karst’ bagi murid sekolah dasar di SD Negeri 1 Sekar. Melalui pendidikan kontekstual ini, diharapkan para siswa dapat mengenali bagaimana kondisi lingkungan sekitar tempat tinggalnya, serta potensi dan permasalahan yang terkandung didalamnya.
“Kami berterima kasih karena melalui kegiatan ini siswa dan siswi kami mendapatkan pengalaman baru, juga menambah rasa cinta mereka terhadap alam lingkungan sekitar.” tutur Kepala Sekolah SDN 1 Sekar, Asih Mulyani, S.Pd.
0 Comments