Rangkaian kegiatan lapangan akhir kami dimulai pada tanggal 12-26 Juli 2022 yang bertepatan dengan liburan semester sehingga tidak terganggu oleh urusan akademik. Anggota kami berangkat dari Yogyakarta, termasuk Benaya, Wahyu, Harits, dan Rubina. Sementara itu, Joanna sendiri sudah berada di Bogor jauh-jauh hari dan akan menyusul langsung ke Puncak. Keberangkatan kami diawali dari Sekretariat Mapagama menggunakan mobil Benaya dan memakan waktu selama kurang lebih 15 jam hingga sampai di Sekretariat Merapi di Puncak Bogor. Setibanya di Sekretariat Merapi, pada pagi hari sekitar pukul delapan, kami langsung mengistirahatkan diri hingga siang tiba. Hari pertama kami di sana, kami tidak langsung terbang dan memilih untuk berbincang bincang dengan penduduk, siswa, serta penerbang lain di sana. Kami juga mengambil data untuk kebutuhan mini riset kami. Besoknya, kondisi angin masih belum memungkinkan untuk melakukan penerbangan, sehingga kami belum boleh terbang. Karena itu, pada hari kedua kami tetap fokus pada pengambilan data untuk mini riset . Pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara kepada beberapa pilot setempat serta petugas administrasi wisata paralayang.
Pada akhirnya di hari ketiga di Puncak, angin sudah mulai bersahabat. Kami bisa melakukan penerbangan barang sekali atau dua kali. Saat awal terbang setelah sekian lama, kami masih sedikit kaku dan belum terbiasa. Penerbangan pertama kami setelah beberapa bulan tidak terbang cukup menegangkan. Saat itu hari sudah sore dengan cuaca yang sedikit berkabut, yang membuat kami agak ketakutan namun semua itu dapat teratasi dengan baik. Kami tiba di area landing dengan selamat. Kemudian, pada hari keempat kami berhasil terbang dengan sorti yang lumayan, yaitu sebanyak tiga sorti. Pada penerbangan kali ini, Om Get yang berperan sebagai instruktur mulai mengurangi instruksi yang beliau berikan lewat HT. Om Get menginstruksikan kami untuk mulai mengendalikan payung tanpa instruksinya. Hal tersebut membuat kami sempat takut, tetapi semua ini dilakukan agar kami dapat berkembang. Permulaan terbang tanpa mendapat instruksi yang intens membuat kami kebingungan saat akan mencapai tempat landing. Beberapa kali kami landing sebelum mencapai lapangan dan beberapa kali pula kami landing melebihi lapangan. Hal tersebut menantang kami untuk semakin meningkatkan kemampuan dalam membaca arah angin, kecepatan angin, serta ketinggian payung agar kami dapat mendarat di area landing dengan sempurna.
Pada hari kelima, hujan kembali datang. Kami harus menunda waktu penerbangan. Hujan yang lumayan bertahan lama membuat kegiatan kami terhambat. Hari itu kami habiskan dengan melanjutkan wawancara serta berbincang dengan penduduk setempat. Hari keenam tiba, cuaca sudah tidak hujan. Namun sayangnya, sampai siang tiba angin tidak mendukung sehingga kami tetap tidak bisa terbang di Puncak. Saat itu, angin di Puncak berada dalam kondisi tail wind yaitu kondisi dimana angin berbalik arah. Kemampuan teknis kami belum cukup untuk terbang dengan kondisi angin seperti itu. Kami sempat putus asa dan memutuskan pergi ke area landing untuk ground handling. Untungnya, Om Get menyarankan kami untuk pergi ke Bakas dan mencoba untuk melihat kondisi angin disana apakah cukup kondusif. Kami berempat, yaitu Benaya, Rubina, Harits, dan tambahan mas Hafidz langsung berangkat ke Bakas yang jarak waktunya hanya setengah jam dari Puncak. Mas Hafidz merupakan anggota Mapagama yang telah lulus dari Universitas Gadjah Mada dan sekarang sedang bekerja di Jakarta. Wahyu dan Joanna saat itu tidak bisa ikut berkegiatan karena adanya kepentingan lain. Beruntungnya bagi kami, sesampainya di Bakas, angin di sana mendukung untuk dilakukan penerbangan, sehingga Om Get berani untuk melepaskan kami. Pengalaman terbang di Bakas cukup menyenangkan karena mendapat pemandangan yang berbeda. Meskipun cukup ragu karena area take off-nya lebih kecil daripada puncak, angin yang cukup kencang membuat hal tersebut tidak menjadi sebuah hambatan. Berbeda dengan Puncak yang pemandangannya adalah kebun dan pemukiman warga, pemandangan di Bakas adalah sawah dan kampung warga. Area landing Bakas sangat berbeda dengan di Puncak yang sangat luas. Area landing di Bakas hanya sepetak kecil tanah di antara sawah-sawah warga setempat. Hal tersebut tentu terlihat menyeramkan bagi kami yang bahkan saat di Puncak saja masih sering salah pendaratan. Saat-saat menuju pendaratan menjadi momen yang paling menegangkan bagi kami. Jika salah mendarat, maka hal itu akan berakhir merusak sawah milik warga dan tentunya akan merugikan pihak warga maupun kami sendiri. Namun, ketakutan tersebut tidak terbukti. Kami berhasil mendarat dengan baik karena di-instruktur-kan langsung oleh Om Get yang memantau di tempat landing. Rubina dan Benaya berhasil mendarat tepat di tengah lapangan kecil, sedangkan Harits dan Mas Hafidz melewati lapangan dan tidak merusak sawah warga. Setelah melakukan sekali penerbangan, waktu beranjak sore dan angin sudah berbalik arah sehingga penerbangan dihentikan. Pengalaman di Bakas merupakan sesuatu yang baru bagi kami. Kami hari itu cukup puas dengan mendapat sekali penerbangan saja.
Pada hari ketujuh, cuaca di Puncak juga belum mendukung hingga siang hari. Hal itu membuat kami memutuskan untuk pergi ke Bakas lagi. Penerbangan di Bakas kali ini dilakukan lengkap oleh kami berlima, yaitu Benaya, Wahyu, Rubina, Harits, dan Joanna. Mas Hafidz sudah kembali ke Jakarta untuk bekerja. Penerbangan hari itu dihitung sebagai penerbangan assessment, sehingga dilakukan penilaian oleh pendamping teknis yaitu Joanna serta Om Get. Seperti hari sebelumnya, Om Get berada di landing untuk memberi instruktur sementara kami diterbangkan oleh pilot setempat. Benaya di hari itu mendapat kesempatan melakukan thermaling selama 15 menit di udara. Pada penerbangan kali ini, Benaya, Rubina, dan Joanna berhasil landing di lapangan sementara Wahyu dan Harits tidak. Wahyu mendarat tepat di sawah warga sementara Harits mendarat di dekat jalan raya. Meskipun demikian, tidak terjadi luka maupun kerusakan logistik. Hanya saja, payung yang dipakai Wahyu kotor karena terkena lumpur di sawah dan langsung segera dibersihkan. Hari itu, kami berhasil mendapat 1-2 kali sorti penerbangan. Keberhasilan kami saat itu kami rayakan dengan memberi dua ekor ayam bakar dan ayam goreng saat perjalanan pulang.
Hari ke delapan kegiatan lapangan, angin akhirnya kembali bersahabat. Kami langsung bersiap di area take off sejak pagi setelah melakukan sarapan. Karena angin sedang bagus bagusnya, kami tidak mau menyia-nyiakan kesempatan terbang. Hari itu, masing-masing dari kami berhasil mendapatkan lima kali terbang. Kami juga mendapat teknik-teknik baru dari Om Get, yaitu teknik pitching, rolling, dan asymmetric collapse. Pitching dan rolling merupakan kondisi dimana payung bergoyang ke kanan dan ke kiri dan bergoyang maju mundur. Asymmetric collapse adalah ketika salah satu bagian payung terlipat dan kita harus bisa membuat payung terbang sempurna lagi. Rubina juga mendapat kesempatan untuk melakukan thermaling selama 15 menit di udara. Penerbangan pada hari itu cukup menyenangkan meskipun melelahkan karena hanya istirahat sebentar dan kami harus naik turun bukit. Namun, itu semua terbayarkan dengan banyaknya sorti yang kami dapatkan. Kami jadi semakin mendekati target yang kami inginkan. Kemampuan kami untuk melakukan take off dan menentukan landing juga semakin meningkat berkat diasah secara terus-menerus.
Pada hari ke sembilan, angin masih tetap dalam kondisi baik meskipun tidak sebaik hari sebelumnya. Kami bergegas untuk melakukan persiapan dan langsung pergi ke area take off untuk menunggu instruksi selanjutnya. Penerbangan hari itu masih sama dengan sebelumnya, yaitu mengulang materi yang diberikan Om Get serta terbang tanpa instruksi. Namun, pada penerbangan terakhir salah satu anggota kami, Rubina, mengalami sebuah kejadian di landing. Rubina mendarat di selokan kecil di area landing. Hal tersebut terjadi karena kurang fokus serta HT yang sedikit bermasalah sehingga tidak dapat mendengar instruksi dari bawah. Untungnya, Rubina tidak mengalami luka. Hanya basah sekujur tubuh saja. Payung yang Rubina gunakan juga tidak kotor maupun basah karena berhasil terselamatkan. Harits di hari itu juga mendapat kegagalan data akan take off. Harits jatuh ke kebun teh di bawah area take off karena kondisi angin 0 sedangkan ia memaksakan terbang. Untungnya, Harits juga tidak mengalami luka dan payung yang dia gunakan aman. Hari berakhir dan masing-masing dari kami berhasil mendapatkan tiga kali sorti.
Hari selanjutnya, angin kembali dalam kondisi jelek sehingga kami tidak dapat melanjutkan penerbangan. Kami kembali melakukan wawancara untuk kebutuhan mini riset setelah mendiamkannya selama empat hari karena fokus mengejar sorti atau jam terbang. Hari itu pun berakhir tanpa adanya penerbangan. Hari selanjutnya yaitu hari ke-sebelas, Om Get harus pergi ke pulau lain sehingga dia tidak bisa mendampingi kami. Kendati demikian, Om Get telah menitipkan kami ke instruktur yang ada di sana, sehingga kami tetap bisa terbang. Sayangnya, hari itu angin tetap tidak mendukung sehingga kami tidak melakukan penerbangan. Padahal hari tersebut adalah hari terakhir di Puncak sebelum kami melanjutkan perjalanan ke Hambalang untuk kebutuhan output lapangan akhir.
bersambung ke Episode ketiga Cerita Cakrawala Sunda
Ajeng Rubina Satriani, Tim Gladimadya Paralayang: Cakrawala Sunda, 2022.
0 Comments