Setelah tujuh tahun lamanya Divisi Climbing Mapagama tidak melaksanakan lapangan akhir gladimadya, akhirnya di tahun 2023 tim Mapagama Climbing Expedition akan berangkat ke Lombok, Nusa Tenggara Barat. Hari ini, Senin 30 April 2023 adalah hari keberangkatan kami. Kami terbangun pukul empat pagi tatkala alarm ponsel kami saling bersahutan, memecah sunyi mengawali pagi. Aku dan Jacinda adalah orang yang pertama bangun untuk mematikan alarm kami, mengembalikan nuansa sepi di pagi ini. Aku yang tidur di ruang tengah bersitatap dengan Jacinda yang tidur di ruang boulder, sama-sama mengumpulkan jiwa di tengah kantuk yang melanda. Jacinda adalah koordinator lapangan sekaligus sie dokumentasi pada lapangan akhir kami. Tim kami terdiri dari tujuh orang dengan lima orang anggota inti tim dari Divisi Climbing dan dua orang additional tim. Anggota inti tim berisikan Andhika, Gaby, Jacinda, Pandu, dan aku. Sedangkan additional tim diisi oleh Intan dan Isma. Kami semua menginap di Sekretariat Mapagama kecuali Mas Pandu yang nanti akan berjumpa di Surabaya. Selepas menggulung sleeping bag yang kugunakan kala tidur, aku beranjak ke kamar kartini untuk membangunkan Intan dan Isma. Kamar kartini adalah nama kamar yang dulu sempat dikhususkan untuk perempuan. Ternyata Intan sudah bangun, dengan posisi duduk ia sedang membangunkan Isma yang masih tertidur. Beralih ke kamar mandi, kubuang sisa kantuk bersama jatuhnya siraman air ke lantai. Selepas kami semua mandi, kami berkumpul di ruang tengah untuk melakukan briefing sembari menyantap sarapan yang telah dibeli oleh Gaby dan Jacinda. Gaby bertugas membeli sarapan karena ia adalah sie konsumsi serta sebagai sekretaris dan sie survei perizinan. Selain tim yang akan berangkat, terdapat pula Mas Harits, Mas Hanggara, Al, Haqqi, Uyab, Aza, dan Niko yang turut mendengarkan briefing keberangkatan. Merekalah yang mengantarkan keberangkatan kami ke Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Kami berangkat menuju Stasiun Lempuyangan pada pukul enam pagi dengan plottingan yang sudah dipaparkan oleh Andhika selaku koordinator tim dan sie transport dalam tim ini. Kami diantar dengan membawa barang pribadi dan barang tim sesuai skenarioku. Aku yang mengatur pembagian barang bawaan karena tugasku sebagai sie logistik dan sekaligus sie komunikasi.

Selepas melakukan check in di Stasiun Lempuyangan, kami mengangkut barang-barang menuju kereta Sri Tanjung yang akan membawa kami ke Surabaya. Kami menata carrier dan duffle bag agar muat di bagasi atas dan di bawah kursi sehingga tidak mengganggu kami yang duduk berhadapan tiga banding tiga. Perjalanan dari Yogyakarta menuju Surabaya diperkirakan akan memakan waktu enam jam. Waktu yang lebih dari cukup untuk tidur, bermain ponsel, ataupun menatap pemandangan di luar jendela. Pemandangan yang kami lewati seringnya didominasi oleh persawahan yang membentang luas, memanjakan mata. Hamparan hijau sejauh mata memandang, pancaran baskara yang hangat, suhu air conditioner (AC) yang menyejukkan cukup untuk mengalihkan perhatian dari ketidaknyamanan posisi duduk kami yang saling berhimpit. Kami tiba di Stasiun Gubeng Surabaya pada pukul 12.48 WIB. Dari Stasiun Gubeng nantinya kami akan berkunjung ke Wanala UNAIR (Mapala Universitas Airlangga) sembari menunggu kapal yang akan kami tumpangi berlabuh. Dari stasiun kami dijemput oleh enam orang teman dari Wanala UNAIR menggunakan motor. Aku, Jacinda, dan Intan langsung menuju ke Sekretariat Wanala UNAIR sedangkan Andhika dan Isma pergi ke pelabuhan untuk memesan tiket kapal. Gaby terlebih dahulu pergi untuk membeli makan siang yang nantinya akan dimakan bersama di Sekretariat Wanala UNAIR. Setelah kurang lebih tiga puluh menit perjalanan kami tiba di kampus C Universitas Airlangga, tempat di mana Sekretariat Wanala berada. Kami disambut hangat oleh teman-teman Wanala UNAIR serta disediakan satu ruang kosong sebagai tempat untuk kami beristirahat. Selepas Gaby datang lantas kami membuka nasi bungkus berjajar memanjang untuk kemudian makan siang bersama. Mas Pandu datang menyusul bersama Mas Lutfi di tengah perbincangan kami dengan teman-teman Wanala UNAIR. Memasuki waktu Asar, aku dan Jacinda pergi menuju Masjid Ulul Azmi untuk menunaikan ibadah. Selepas salat Asar kami menyempatkan waktu untuk berkeliling sebentar melihat danau yang ada dan memotret beberapa gambar di beberapa tempat.

Pukul empat sore selepas beramah-tamah dengan riuh canda tawa, kami diberikan waktu untuk istirahat. Kami memanfaatkan waktu untuk tidur hingga pukul setengah enam sore. Kami berangkat pukul delapan selepas makan malam bersama yang disediakan oleh teman-teman Wanala UNAIR. Menu makan malam kami yakni nasi goreng khas Surabaya dengan warnanya yang lebih kemerahan, bakmi goreng, serta seblak yang mereka klaim merupakan terenak di Surabaya. Kami menyempatkan waktu untuk berfoto bersama di depan Sekretariat Wanala UNAIR menggunakan banner kegiatan lapangan akhir kami dan dua buah bendera dari masing-masing mapala. Kemudian kami berangkat menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menggunakan satu buah mobil Mas Pandu yang berisikan Mas Pandu dan Mas Lutfi (mantan ketua Mapagama tahun 2019), aku, Jacinda, serta Intan. Sisanya diantar menggunakan motor oleh teman-teman dari Wanala UNAIR. Ternyata kapal kami diperkirakan bersandar pukul dua belas malam, jadilah kami menunggu bersama teman-teman Wanala UNAIR hingga kami berpisah dan melakukan check in menuju kapal. Pada bagian pemeriksaan barang, disayangkan ternyata dua buah kaleng gas portable kami ditahan pihak pelabuhan. Hal ini dikarenakan kami tak memiliki surat keterangan dari polisi untuk membawa barang-barang yang tidak diperbolehkan dibawa di kapal. Kapal yang kami tumpangi berada di bawah naungan PT DLN  dan memiliki nama Batu Layar. Kapal ini terdiri dari empat lantai. Lantai pertama dan kedua berfungsi sebagai tempat parkir kendaraan, lantai ketiga untuk ruang penumpang, kamar mandi, dan lain-lain. Sedangkan lantai empat untuk kantin dan area makan. Kami naik ke lantai tiga dengan membawa seluruh barang lantas menata logistik tim di bawah tempat tidur sedangkan logistik pribadi kami tempatkan di kasur masing-masing. Mas Pandu dan Intan memutuskan untuk beristirahat sedangkan sisanya naik ke lantai empat untuk melihat pemandangan dan menikmati udara malam. Kapal baru berlayar pukul satu dini hari, tepat saat kami sedang melakukan evaluasi dan briefing di ruang penumpang. Kemudian kami beristirahat di tempat tidur masing-masing, dengan tipe tingkat dua dan kami tidur berjejer dengan jumlah 7 kasur.

Kami terbangun sekitar pukul delapan pagi. Hari ini kami tidak memiliki agenda khusus dan bebas melakukan apapun sembari menanti kapal tiba di Pelabuhan Lembar, Lombok. Kami mendapatkan dua kali jatah makan selama di kapal dengan membeli voucher makan seharga 15 ribu per porsi. Menu sarapan kami nasi, ikan, dan sayur. Selepas sarapan sebagian dari kami memutuskan untuk tidur di kapal, sebagian lagi pergi ke sisi atas maupun lambung samping kapal untuk menikmati pemandangan laut ataupun mencari sinyal karena di ruang penumpang terisolasi dari sinyal. Aku sendiri lebih menikmati waktu dengan memandangi birunya laut. Pemandangan ikan-ikan terbang yang menghindari kapal, lumba-lumba yang hanya tampak siripnya di kejauhan, dan deburan ombak yang terbelah seiring laju kapal. Selepas bosan berada di luar, aku masuk ke dalam ruang penumpang sembari menanti waktu makan siang tiba. Pukul satu siang kuputuskan untuk tidur menyusul teman-teman yang lain. Terbangun karena rasa lapar, kuputuskan untuk bangkit dan mencari makanan. Kulihat makan siang sudah diambil oleh Gaby. Satu persatu teman-teman lainnya terbangun dengan hasrat yang sama. Kami memutuskan untuk makan siang di lantai paling atas di kapal yakni lantai empat. Menu makan kali ini yakni nasi, telur, dan sayur berkuah. Selepas menikmati menu makan siang aku, Gaby, dan Jacinda berpindah ke bagian depan kapal untuk menikmati terpaan angin senja sembari memandangi luasnya segara. Selepas senja silam namun masih temaram, kami kembali ke ruang penumpang dan bermain game Undercover. Gameplay pada game ini hampir sama seperti game Werewolf yang biasa dimainkan secara bersama-sama. Kegiatan bermain kami berakhir tatkala waktu makan malam tiba. Makan malam kali ini ditemani sensasi berpendar akibat guncangan kapal. Selepas makan kami mem-packing kembali barang kami karena kapal sebentar lagi bersandar.

Kapal bersandar di Pelabuhan Lembar, Lombok Barat pada pukul sembilan malam. Di pelabuhan, kami sudah ditunggu oleh Pak Budin yang menjemput menggunakan mobil elf dan mengantarkan kami menuju rumah Bu Eka (Ketua Kagama NTB). Seharusnya kami tinggal di SMAS Janamarga Mataram, namun dikarenakan terdapat kegiatan di sana kami pindahkan ke rumah Bu Eka. Lokasi rumah Bu Eka terletak di tengah Kota Mataram, berjarak sembilan kilometer dari Tebing Pengsong dan lebih dekat bila dibandingkan dari SMAS Janamarga Mataram ke Tebing Pengsong. Setibanya di kediaman Bu Eka, kami beramah-tamah bersama Pak Zul (Suami Bu Eka) dan Pak Waluyo (Kagama) hingga pukul setengah satu pagi. Kegiatan kami ditutup dengan evaluasi dan briefing sebelum tidur pada pukul satu dini hari.

 

bersambung ke Part 2 Surga Tersembunyi di Pulau Seribu Masjid

Muhamad Daffa Aditya Eka Pratama, Tim Gladimadya Panjat Tebing: Mapagama Climbing Expedition “Tulaq Jok Lombo'”, 2023.


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.