Halo perkenalkan, kami adalah tim Gladimadya Paralayang Mapagama 2022 “Cakrawala Sunda”. Kami beranggotakan tiga orang, yaitu: Benaya, Rubina, dan Wahyu beserta dua pendamping Harits dan Joanna. Dalam kesempatan ini, kami hendak mengenang perjalanan yang telah kami lalui melalui sebuah cerita perjalanan. Sebagai anggota baru dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Mapagama, kami diberi kebebasan untuk memilih divisi apa yang akan ditekuni. Terdapat lima divisi di Mapagama, dan tiga di antara dua puluh tiga anggota muda angkatan Badasmeru memilih divisi paralayang. Tiga orang tersebut yaitu Benaya, Rubina, dan Wahyu. Setelah melakukan pendivisian, bidang pendidikan mengadakan sosialisasi bagi kami anggota muda. Sosialisasi ini membahas diklat lanjutan yang disebut Gladimadya untuk mendapatkan status keanggotaan penuh. Kami bertiga kemudian mengagendakan pertemuan dengan pendamping manajemen, Harits, dan pendamping teknis, Joanna, untuk merencanakan kegiatan Gladimadya. Harits dan Joanna merupakan anggota Mapagama angkatan 2019 ‘Konco Padang’ yang juga menekuni divisi paralayang dan telah menjadi anggota penuh.

7 Maret 2022 merupakan awal dari cerita panjang yang akan kami lalui. Manajemen pertama yang kami lakukan membahas pembagian sie, timeline keseluruhan, serta pilihan tempat untuk lapangan akhir. Pada awalnya, masing-masing dari kami mengajukan tempat tempat yang ingin kami datangi. Dengan bermodal pencarian di internet dan referensi dari senior, kami mengumpulkan destinasi lapangan akhir yang cocok untuk didatangi. Setelah melakukan perembukan yang lumayan panjang, kami mendapatkan beberapa pilihan tempat. Tempat tersebut diantaranya adalah Pulau Kenawa di Sumbawa Barat, Bukit Matantimalu di Sulawesi Tengah, Bukit Nyang-Nyang di Bali, dan Tanah Laut di Kalimantan Selatan. Melihat pilihan-pilihan itu, tentunya kami semakin merasa semangat untuk menjalani rangkaian gladimadya ini. Kami mulai merangkai jadwal untuk latihan fisik, latihan ground handling, try out, assessment, dan manajemen-manajemen selanjutnya.

Setelah sekitar dua bulan menjalani rangkaian persiapan, pada tanggal 12 Mei 2022 tim Gladimadya Paralayang Mapagama 2022 akhirnya berangkat menuju Puncak Bogor untuk menjalani try out pertama serta melakukan first jump. Sebelum berangkat, tim kami telah melakukan berbagai persiapan, diantaranya adalah manajemen, latihan fisik, serta latihan ground handling. Latihan ground handling sempat dilakukan beberapa kali di Lapangan Trihanggo serta Pantai Parangtritis ditemani oleh Mas Capung. Mas Capung adalah seorang senior Mapagama yang sekarang menjadi instruktur paralayang dan menetap di Yogyakarta, sehingga kami sering meminta bantuan beliau untuk berlatih. Ground handling dibutuhkan agar kami sebagai siswa terbiasa untuk mengendalikan payung saat akan take off. Setelah kami semua dirasa mulai terbiasa dalam mengontrol payung, kami memutuskan untuk menuju ke Puncak Bogor untuk bertemu instruktur kami, Om Gendon Subandono yang biasa kami panggil Om Get.

Setibanya di Puncak Bogor, kami langsung menuju basecamp Club Merapi. Basecamp ini akan kami gunakan sebagai tempat untuk menginap selama dua minggu menjalani try out. Disana, kami disambut hangat oleh Om Get dan rekan-rekan yang tergabung dalam Club Merapi tersebut. Di hari pertama, kedua, dan ketiga, kami melakukan  ground handling di landing area serta melakukan simulasi take off dan landing di Bukit siswa atau biasa disebut Bukit Sepuluh. Kemudian pada hari keempat, 15 Mei 2022, kami bertiga, Benaya, Rubina, dan Wahyu melakukan first jump di Puncak Bogor. Perasaan takut tentunya sempat kami rasakan. Bagaimana jika gagal? Bagaimana jika terluka? Bagaimana jika terjatuh bahkan sampai cidera? Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul silih berganti dalam benak kami. Namun, pemikiran tersebut akhirnya terkalahkan oleh kebahagiaan dan antusiasme kami untuk mendapatkan pengalaman menarik: kami berhasil melewati pengalaman first jump di Puncak Gantole Paralayang Bogor.

Paralayang merupakan sebuah kata yang memberikan warna baru dalam kehidupan kami.

Pengalaman first jump kami tidak langsung berjalan dengan sempurna, baik secara teknik maupun penguasaan diri di udara. Meskipun demikian, hal tersebut tak menjadi sebuah hambatan dan justru memotivasi kami untuk terus berkembang. Setelah menjalani first jump, hari-hari try out selanjutnya kami lewati dengan mengasah kemampuan terbang, take off, dan landing. Selama menjalani try out pertama, tentunya semua perjalanan kami tidak berjalan mulus. Ada beberapa kali gagal take off, landing tidak mulus, bahkan salah satu anggota kami, Benaya, pernah melakukan emergency landing karena tali parasutnya terbelit satu sama lain sehingga tidak bisa mengendalikan kemudi secara keseluruhan (tangle). Kejadian-kejadian seperti itu yang membuat kami semakin berhati-hati dan bersungguh-sungguh dalam persiapan penerbangan. Kami selalu mendengarkan intruksi dari instruktur dan orang-orang yang lebih berpengalaman untuk meminimalisir terjadinya kesalahan fatal saat melakukan penerbangan.

Setelah menjalani dua minggu try out pertama di Puncak Bogor, kami memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta. Penerbangan yang kami lakukan saat try out pertama kurang maksimal karena kondisi cuaca Puncak tidak menentu. Kami hanya memiliki kesempatan terbang selama seminggu pertama dan mencapai rata rata 15 kali terbang. Seminggu terakhir kami habiskan dengan menunggu ‘angin bagus’ disertai latihan ground handling dan berbincang dengan warga setempat serta penerbang lain di klub yang ada disana. Saat itu, kami berencana untuk menambah hari di Puncak sembari menunggu cuaca yang mendukung. Sayangnya hal itu tidak memungkinkan karena bertepatan dengan kegiatan akademik dan berbagai keperluan pribadi anggota tim.

Sekembalinya kami di Yogyakarta, kami tetap melanjutkan manajemen untuk menentukan kegiatan selanjutnya yang meliputi try out 2, assessment, dan lapangan akhir. Kami juga bergantian dalam memegang setiap sie agar semua anggota tim dapat merasakan tanggung jawab yang berbeda. Namun memang tidak semua hal dapat berjalan dengan lancar, begitulah yang terjadi pada kegiatan Gladimadya Paralayang kami kali ini. Kami terpaksa harus mengganti lokasi lapangan akhir karena keterbatasan kemampuan yang kami miliki. Jika tetap memaksakan untuk pergi ke lokasi yang telah kami tentukan, maka perjalanan kami akan mundur dalam waktu lama karena masih harus mengejar penguasaan teknis terlebih dahulu. Hal tersebut agaknya tidak mungkin kami lakukan karena keterbatasan waktu yang kami miliki. Setelah melakukan perundingan, akhirnya kami memutuskan untuk tetap menjalani lapangan akhir di Bukit Paralayang Hambalang, Bogor. Namun sebelum itu, direncanakan juga try out 2 di Kemuning serta assessment di Batu, Malang.

Sembari menunggu waktu try out kami juga tetap menjalankan latihan fisik sambil sesekali latihan ground handling. Namun, kabar kurang menyenangkan kembali kami dapatkan. Kami tidak bisa menjalani try out 2 di Kemuning karena Mas Capung masih sibuk dengan siswanya dan cuaca saat itu sering hujan. Assessment ke Batu, Malang juga dibatalkan karena tidak ada instruktur yang akan menemani ketika terbang di sana. Saat itu, kami sempat kebingungan untuk memikirkan solusi dari kendala yang silih berganti ini. Setelah melakukan manajemen kesekian kalinya, akhirnya kami sampai pada keputusan untuk menjalani try out, assessment, dan lapangan akhir di daerah yang sama yaitu di Bogor. Hal ini tentu menjadi pilihan paling rasional, mengingat kami juga dikejar waktu. Setelah menemukan solusi, kami langsung melakukan persiapan keberangkatan baik secara fisik maupun logistik.

 

bersambung ke Episode kedua Cerita Cakrawala Sunda

 Ajeng Rubina Satriani, Tim Gladimadya Paralayang: Cakrawala Sunda, 2022.


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.