(Episode kedua dari Cerita Unexpected Comal)

Hari Minggu menjadi hari pertama kami memulai mengarung. Kami bangun dalam keadaan kedinginan karena kami tidur di aula Rainbow Rafting yang terbuka lebar. Ketika baru saja bangun, tiba-tiba Audrey bilang ke Nadhif jika hari itu ia izin untuk tidak ikut mengarung karena badannya terasa tidak enak dan perutnya masih diare. Nadhif selaku korlap kemudian menanyakan secara detail kondisi Audrey dan meyakinkan kalau Audrey mampu untuk ikut mengarung hari itu. Kami setim juga ikut membujuk Audrey karena jika ia tidak ikut mengarung, kami akan kekurangan orang di perahu. Setelah kami semua ikut membujuk akhirnya Audrey mau ikut untuk mengarung. Setelah memastikan semua aman, kami masak untuk sarapan dan bersiap-siap melakukan pengarungan hingga pukul 08.00 WIB. Pengarungan hari pertama kami bertepatan dengan weekend sehingga Rainbow Rafting ramai oleh wisatawan. Kami diminta untuk memindahkan barang-barang kami ke dalam, ke gubug di belakang aula karena dikhawatirkan barang-barang kami hilang atau tertukar. Gubug tempat kami menaruh barang-barang kami akhirnya menjadi tempat kami menginap selama di Rainbow Rafting.

Kami baru mulai berangkat ke titik start pada pukul 10.00 WIB, terlambat dua jam dari rundown korlap dikarenakan menunggu guide Rainbow Rafting yang belum datang. Kami turun sungai berbarengan dengan wisatawan lain dan dengan ditemani oleh satu pemandu bernama Mas Gandul. Kami harus ditemani pemandu karena kami baru pertama kali mengarung di sungai Comal dan karena ada satu jeram yaitu jeram Zig-Zag yang berbahaya dan pernah memakan korban. Sungai Comal merupakan sungai hulu sehingga sungainya tidak begitu lebar. Kami tidak bisa terus menerus mendayung karena harus menjaga jarak dengan perahu depan. Hari pertama mengarung kami seperti wisatawan karena perahu lebih banyak dikendalikan oleh Mas Gandul. Pengalaman mengarung hari pertama sungguh seru, aku begitu takjub dengan air sungai yang sangat jernih. Aku bahkan bisa melihat dengan jelas dasar sungai. Berbanding terbalik dengan sungai-sungai yang biasa kami arungi selama ini—Elo, Progo Hulu, Progo Atas, dan Progo Bawah yang hampir selalu berwarna coklat pekat dan penuh dengan sampah. Namun karena sungai Comal merupakan sungai hulu yang sempit jadi diperlukan manuver yang banyak dan cepat, terlebih dengan ukuran perahu kami yang ternyata lebih besar sedikit daripada perahu operator. Namun hal itu tidak terlalu menjadi masalah yang berarti bagi kami. Hal lucu terjadi ketika kami baru saja mulai mendayung dengan serius. Ternyata tidak lama kami telah sampai di titik rest, kami semua kaget karena titik rest yang tidak jauh dari titik start. Sebetulnya bisa saja kami melanjutkan pengarungan karena kami belum merasa lelah, namun kami semua tergiur ingin berenang setelah melihat wisatawan lain yang berenang di sungai. Kapan lagi kami berenang di sungai yang jernih, sehingga kami tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Setelah puas berenang, kami kemudian memutuskan untuk melanjutkan pengarungan. Kami melewati jeram Zig-Zag dan akhirnya kami mengerti mengapa jeram Zig-Zag dikatakan jeram yang berbahaya. Jeram itu berpotensi membuat perahu terbalik jika salah dalam mengarahkan perahu. Lagi-lagi kami dibuat terkejut karena jarak titik finish yang bisa dikatakan tidak terlalu jauh dari titik rest. Pengarungan hari pertama kami di Comal tidak se-lelah pengarungan kami selama try out. Kami meyakini jarak pengarungan yang dikatakan sepanjang 8 km tidak sesuai dengan kenyataannya.

Titik finish pengarungan berada di Kafe Pikaco. Kafe yang terlihat nyaman untuk nongkrong dikarenakan bangunannya yang dibuat dengan kayu-kayu dan pohon-pohon rimbun membuat suasana terasa sejuk. Waktu pengarungan yang ternyata selesai lebih cepat dari rundown membuat kami sedikit bersantai di titik finish. Kami memutuskan untuk foto tim menggunakan banner Gladimadya dan foto individu. Pengarungan kami bertepatan dengan hari Minggu sehingga banyak anak-anak yang tinggal di daerah Kafe Pikaco juga bermain di sungai. Mereka asik melompat dari jembatan ke sungai. Titik finish perahu yang ternyata berada di seberang Kafe Pikaco membuat kami harus menyebrang lalu setelah itu kami portaging ke atas untuk meletakkan perahu di pick up yang sudah menunggu kami. Selama perjalanan menuju Rainbow Rafting kami asik bercanda dan mengabadikan momen seusai mengarung menggunakan kamera go-pro. Jarak dari titik finish menuju Rainbow Rafting tidak jauh, sesampainya di basecamp kami unloading barang kemudian menjemur pelampung, helm, dan barang-barang pribadi kami. Evaluasi teknis yang seharusnya dilakukan pada malam hari akhirnya kami lakukan pada siang hari dikarenakan waktu yang tersisa masih banyak. Kami melakukan evaluasi teknis pengarungan secara bergantian. Evaluasi teknis berjalan kurang lebih satu jam. Seusai itu, kami mandi kemudian makan siang. Selesai makan siang, tentunya kami semua mengantuk didukung dengan cuaca di Pemalang kala itu yang berawan dan karena kegiatan kami siang itu telah selesai akhirnya kami memutuskan untuk tidur siang.

Kami bangun pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB. Agenda kami sore hari itu adalah berkunjung ke rumah pak camat untuk menyampaikan tujuan kami datang ke desa Randudongkal sekaligus bersilahturahmi. Kami berangkat dari Rainbow Rafting pada pukul 16.30 WIB ke rumah pak camat diantar oleh pak Rosikin. Rumah pak camat berbentuk joglo dengan berbagai pernak-pernik antik yang ia punya cukup membuat kami terkesan. Kedatangan kami disambut dengan baik oleh pak camat. Ia merasa senang akan kedatangan kami dan setelah mendengar tujuan kami datang ke desa Randudongkal, ia merasa sangat terbantu dengan adanya peta jeram Sungai Comal yang akan kami buat. Pak camat juga meminta foto atau video output dari kami mengenai Sungai Comal jika sudah selesai. Kami banyak mengobrol dengan pak camat hingga tak terasa waktu sudah menjelang maghrib dan saatnya kami berpamitan untuk pulang. Sesampainya di Rainbow Rafting, agenda selanjutnya adalah masak makan malam. Menu malam itu adalah oseng kacang panjang dan tempe serta telur goreng. Aku ingat betul masakan yang aku masak bersama Audrey gagal total baik dari segi rasa dan tampilan sehingga teman-teman lain memilih untuk makan telur goreng, abon, dan membuat mie jika dirasa kurang. Jika diingat-ingat cukup lucu juga kejadian malam itu, hanya menggoreng telur saja ramainya minta ampun ditambah dengan sayur yang gagal total dan membuat kami berdua di-eval ketika malam hari. Setelah makan malam, agenda dilanjutkan dengan evaluasi keseluruhan sekaligus briefing untuk keesokan harinya.

Malam itu waktu terasa masih sangat Panjang. Untuk mengisi kekosongan, kami memilih untuk bermain monopoly yang dibawa oleh Mas Nugie. Aku sudah lama tidak bermain monopoly dan rasanya sangat senang bisa bermain lagi bersama orang-orang yang kocak ini. Aku, Nadhif, Lukman, Mas Nugie, dan Audrey bermain monopoli sedangkan Mas Hendra asik di aula Rainbow Rafting berkaraoke dengan operator di sana. Betapa beruntungnya kami ketika mendapati bahwa operator Rainbow Rafting sangat baik dan welcome kepada kami. Kami diberikan banyak bantuan selama di sana. Kembali ke permaianan monopoli, di permainan ini kami berlomba-lomba untuk membeli rumah dan hotel. Permainan ini sangat-sangat seru apalagi melihat Audrey yang selalu membayar denda atau sewa karena berada di lahan kami. Aku tidak berhenti menertawai Audrey yang nasibnya selama bermain monopoli pun juga memprihatinkan. Kami bermain hingga tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 23.00 WIB dan sudah saatnya kami tidur sesuai SOP. Permainan akan dilanjutkan esok hari jika senggang.

bersambung ke Episode ketiga Cerita Unexpected Comal

 Azahra Safaanah, Tim Gladimadya Olahraga Arus Deras: Unexpected Comal, 2022

 

PS. Tonton lebih lanjut keseruan Gladimadya mereka di sini!


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.